skip to main |
skip to sidebar
TRANSFORMASI CINTA
1. Jatuh Cinta
Pada awalnya adalah getaran rasa
begitu menggelora
begitu nikmat
begitu menggerakkan
Itulah yang saya alami saat saya jatuh cinta
Jatuh cinta mengandaikan bahwa gejolak rasa itu adalah given
seperti kejatuhan berkat dari langit out of control
datang begitu saja
tanpa diundang
Rasanya ingin melakukan apapun untuk orang yang saya cintai
seolah-olah saya berorientasi pada kebahagiaan orang tersebut
tapi benarkah demikian adanya?
2. Transaksi
Jika orang itu tidak membalas cinta saya,
terlukakah saya?
Jika orang itu mencintai orang lain,
apakah saya masih mau mencintainya?
Jika orang itu berbicara atau bertindak menyakiti saya,
masih maukah saya bersamanya?
Apakah saya betul mencintainya?
Ataukah saya mencintainya karena berharap ia melakukan hal yang sama?
Sehingga saat ia tidak membalas cinta saya,
mencintai orang lain,
serta berbicara atau bertindak menyakiti saya,
saya lalu berusaha mematikan cinta yang saya rasakan?
Kalau begitu,
cinta saya ini seperti komoditi yang diperjualbelikan
atau barang yang dipertukarkan
sehingga saya akan memberikan cinta saya
dengan syarat
Anda memenuhi harapan yang saya minta
Jika tidak
saya merasa berat memberikan cinta itu untuk Anda
3. Pengemis Cinta
Mengapa aku begitu begitu haus akan cinta?
Namun aku marah disebut pengemis cinta!
Pengemis cinta kah sebenarnya aku?
Pada awalnya
aku merasa amat kaya
amat terberkati
saat badai nikmat yang dinamai cinta itu jatuh dalam hatiku
Pada saat itu,
aku seolah bisa melakukan apapun untuk orang lain
Begitu kaya dan dermawannya hatiku
Namun ketika selanjutnya
sosok yang kucintai tidak membalas
bahkan mengusir diriku
aku merasa tersinggung
kutarik semua hasratku untuk memberi
kututup pintu hatiku rapat-rapat
kukeraskan hatiku
dan kukatakan
aku bukan pengemis cinta (dengan nada dangdut :D)
Mari kita telusuri bersama
pengemis cinta kah sebenarnya aku?!
Mengapa aku marah?
Karena keinginanku tidak terpenuhi
Kenapa aku menutup pintu dan tidak mau memberi lagi?
Karena harga diriku terusik
Mengapa harga diriku terusik?
Karena perilakumu membuatku merasa tidak berharga
Apakah kamu sendiri merasa berharga?
Makanya aku tidak mau disebut pengemis cinta
Hmm...
Aku merasa berharga
apabila mendapatkan balasan cinta atau respon positif dari orang lain
Aku merasa tidak dihargai
ketika orang berespon negatif terhadapku
Lalu aku bersikap seolah tidak membutuhkan orang itu
padahal sebetulnya aku mendamba
bukan karena aku begitu mencintainya
namun karena aku begitu miskinnya
sehingga begitu mengharapkan dia memperhatikanku
supaya aku merasa cukup berharga
Ternyata benar
hatiku sangat miskin cinta
pantas saja aku tak sanggup menderma cinta
yang sanggup kulakukan adalah meminta
atau memberi untuk menerima kembali balasannya
4. Belajar Mencintai
Saat seorang anak mempunyai mainan baru
maukah ia langsung berbagi dengan temannya?
Bisakah ia berbagi
jika ia sendiri merasa belum cukup puas memiliki mainan itu untuk dirinya sendiri?
Menurut Steven Covey:
Tidak
Demikian juga menurut saya:
sangat sulit
Apakah saya mampu mencintai orang lain
jika saya tidak mencintai diri saya sendiri?
Saat saya masih berharap mendapat balasan
sekecil apapun harapan itu
saya bukan sedang mencintai orang lain
tapi sedang mengemis cinta untuk diri saya sendiri
Sudahkah saya mencintai diri saya?
Mencintai diri saya sendiri
secara utuh penuh
dalam keberadaan apa adanya
Bergairahkah saya dengan tubuh saya?
mulai dari helai rambut
lipatan perut
hingga keriput kulitnya
Puaskah saya dengan segala perilaku saya?
baik yang mendapat respon positif
maupun yang berbuah penolakan dari orang lain
dengan segala keberhasilan
maupun kegagalan yang saya peroleh
Senangkah saya saat sedang berada sendiri?
karena itu adalah waktunya saya bertemu dengan diri saya
secara privat
mesra
Mudah terluka dan marahkah saya dengan perilaku orang lain?
Atau saya berbelas kasih dengan mereka?
Rasanya,
saya masih perlu belajar mencintai
dimulai dengan mencintai diri saya sendiri dulu
Mungkin aneh terdengarnya
mosok mencintai diri sendiri?
Egois amat :)
Mungkin larangan untuk egois
adalah salah satu hambatan utama
sehingga sampai usia dewasa sekarang
masih belum mampu juga untuk mencinta
Seperti anak yang belum siap berbagi, namun dipaksa berbagi
demikian juga saya yang belum siap mencinta
namun memaksakan diri untuk mencintai orang lain
(muak juga nih ngomongin cinta palsu terus-terusan :D)
Lantas, bagaimana caranya mencintai?
Sulit dijelaskan
hanya bisa disampaikan cirinya
Menurut de Mello,
cinta tak bisa diinginkan, diusahakan, ataupun disadari
Mencintai tidak bisa diinginkan
karena begitu saya ingin mencintai
berarti saat ini saya sedang tidak mencintai
Jadi apa yang bisa dilakukan?
sekedar menyadari
bahwa saat ini saya sedang tidak cinta dengan diri saya
dan saat itu,
rasa hangat akan datang
untuk beberapa detik, saya sepertinya mencinta diri saya sendiri
Cinta pun tak bisa diusahakan
semakin diupayakan
semakin membuktikan
bahwa saat ini sedang amat tidak cinta
Contohnya
saya berusaha berdandan supaya saya merasa cantik
saya hanya merasa cantik beberapa saat,
lalu kembali jelek sesudahnya
Itu berarti, cinta diri apa adanya memang tak bisa diusahakan
Karena memang tidak perlu diusahakan apapun
karena apa adanya sekarang memang diri saya yang saya suka
tanpa penilaian positif atau negatif
Orang yang mencintai
juga pasti tidak sadar sedang mencintai
itu terjadi dengan sendirinya
secara alamiah
kesadaran mengalir hanyut dengan aliran peristiwa
maka, saya pasti tidak sadar dan berpikir
bahwa saya sedang mencintai
sekedar menikmati rasa nyaman berada sendiri bersama diri saya
5. Bukan Egois
Mencintai diri sendiri
tidak sama artinya dengan egois
atau bertindak hanya memuaskan kepentingan sendiri
Kemarin saya ijin keluar kelas lebih cepat
Sementara mahasiswa berdiskusi dan mengerjakan tugas
Karena saya diminta memfasilitasi permainan dalam sebuah acara
Sambil menunggu detik-detik dijemput
Saya mengisi waktu dengan chat di FB
Tak lama kemudian, mahasiswa penjemput memberi kabar
Bahwa acara permainan diundur
Saat itu masih ada waktu 10 menit sebelum kelas berakhir
Seharusnya, setelah mendapat kabar acara diundur
Saya masih bisa kembali untuk menengok dan menutup kelas
Namun itu alpa saya lakukan
Tidak terpikirkan sama sekali oleh saya
Mungkin karena keasyikan chat ketemu teman lama
Hal ini baru saya sadari tadi pagi, setelah lewat
Ada sedikit perasaan menyesal dalam hati
Ternyata, saya egois juga ya
Untunglah saya sadar,
Saya sedang dalam proses belajar mencintai diri sendiri
Saya tidak menghakimi diri saya secara berlebihan
Sekedar menyadari hasil evaluasi diri
Saya terima itu,
dan saya sikapi secara obyek-tif
sebagai sebuah fakta
tanpa muatan rasa
Saya ingin cerita satu pengalaman lagi
Boleh kan?
Tadi pagi,
Saya terlambat bangun
Sehingga saya membangunkan anak terlalu terburu
Kurang waktu untuk ares-aresan pagi
Akibatnya,
Anak saya bilang
Ia tidak mau sekolah
Ia masih ingin tidur-tiduran
Sempat bingung juga saya selama beberapa detik
Apa yang sebaiknya saya lakukan?
Mengajaknya berdiskusi?
Waktu tidak cukup, ia bisa terlambat, tidak sarapan, dan berangkat sekolah tidak “fit”
Memaksanya untuk sekolah?
Loh, untuk apa? Untuk melatih disiplin?
Atau supaya saya tidak merasa bersalah, meski saya kesiangan tapi dia tetep sekolah?
Karena terburu perlu tiba di Parmad 7.30
Dan tidak memungkinkan bagi saya untuk dialog
Akhirnya saya ikuti kemauannya
Saya tidak komen apapun
Hanya menanyakan sekali lagi apakah betul ia tidak mau sekolah
Dan saya pun pamit berangkat kerja
Terus terang saya menyesal
Saya merasa egois
Mengurusi kewajiban saya sendiri
Namun lalai memfasilitasi anak untuk memenuhi kewajibannya
Wajib?
Memang siapa yang menyekolahkannya?
Saya, tapi setelah berdiskusi dan bersepakat dengan dia
Kami bersama-sama memilih sekolah TK yang mau dimasukinya
Berarti benar toh, itu menjadi kewajibannya?!
Kondisi yang tidak sempurna ini
Saya terima
Konsekuensi karena saya memilih bekerja
Dan bangun kesiangan karena kurang disiplin
Ya, ternyata saya masih egois
Saya terima itu
Here I am
6. Bukan Putus Asa
Menerima keadaan yang tidak sempurna
Tidak sama artinya dengan putus asa
Atau tidak melakukan apapun untuk mengubah keadaan
Saya pernah berada dalam kondisi
Melakukan KDRT verbal terhadap anak sulung saya
Pertama kali saya marah membentak
Saya menyesal
Minta maaf
Dan membahasnya dengan si sulung
Setelah itu,
Perasaan bersalah saya berkurang sedikit
Berubah bentuk menjadi tekad bulat
Untuk tidak mengulanginya lagi
Tak disangka,
Saya kembali menghadapi situasi serupa yang memancing amarah
Dan saya kembali marah membentaknya
Saya amat menyesal
Lebih dalam
Saya minta maaf
Dan kembali membahasnya
Perasaan bersalah itu sedikit berkurang
Dan kembali beralih bentuk
Menjadi tekad membara untuk tidak mengulanginya lagi
Namun
Saya kembali mengulangi pola yang sama
Bahkan makin lama makin berat
Baik amarahnya
(sampai pernah pada satu titik, ketika saya marah, saya merasakan
sensasi senang, dan saya amat takut dengan diri saya sendiri yang
seperti itu)
Maupun penyesalannya
(sampai pada satu titik, saya berniat pergi dari rumah, supaya si sulung tidak menderita terus karena saya)
Hingga tibalah saya
Di pusar bumi yang paling dalam
Begitu jauh di dasar
Permukaan bumi rasanya jauh sekali
Dan saya tak punya tenaga sedikitpun
Even untuk berdiri
Yang bisa saya lakukan
Hanya duduk terpekur
Nyaris putus asa
Tak berani dan berkeinginan bangkit
Karena saya tahu persis
Semakin saya berusaha keras
Semakin dalam saya terjerambab
Di tengah kondisi tersebut
Ada secercah cahaya
Mungil
Terang
Namun lembut tak menyilaukan
Menyapa saya
Tanpa suara
Sekedar menghampiri
Dan memberi kehangatan
Dan saya pun menangis tergugu
Tanpa sebab
Hanya menangis… utuh
Selesai menangis
Perasaan saya seperti mengambang
Ringan
Tapi bukan enteng segar bergairah
Melainkan ringan mengambang
Datar
Sepertinya kosong
Kosong tanpa perasaan bersalah
Kosong tanpa tekad bulat untuk mengubah diri
…Kosong…
Saya jalani aktivitas di depan mata
Dengan lembut
Dan keajaiban itu terjadilah
Saya kembali menghadapi situasi sama yang biasanya membuat saya murka
Tapi kali itu
Saya tak bereaksi apa-apa
Kosong
Sekedar menanggapi / bereaksi secara lembut, secukupnya sesuai kebutuhan
Datar
Dan dalam waktu 3 bulan
Saya kembali bergairah seperti semula
Bebas dari jerat angkara murka
Saya lalu mulai menganalisis pengalaman hidup itu
Pada awalnya,
Saya tidak menerima keadaan diri saya sendiri
Yang mudah marah
Saya sekedar tahu saya ini marah dan menyesal
Tapi saya tidak menyukai keadaan saya yang seperti itu
Karena tidak suka, saya ingin mengubahnya
Ternyata, ketika saya tidak bisa menerima diri apa adanya
Saya selalu gagal mengubah diri saya
Mungkin sama halnya
Ketika saya merasa jelek
Lalu berusaha berdandan supaya merasa cantik
Pasti akan kembali lagi merasa jelek
Karena pada dasarnya
Saya tidak suka diri saya
Dan saya ingin mengubahnya
Dan saya semakin sulit berubah
Mungkin bisa juga disejajarkan
Dengan saat dimana kita ingin diet karena merasa gendut
Bersemangat pada awalnya
Namun hampir bisa dipastikan selalu gagal dalam diet itu
Karena mekanisme otak itu seperti per atau pegas
Semakin tidak diinginkan
Malah jadi semakin ingin
Semakin tidak ingin marah
Semakin mudah marah
Namun ketika saya tak berani lagi berharap
Sekedar menerima diri saya apa adanya
Bahwa saya bukan ibu yang baik
Meski ingin jadi baik
Tapi yang jelas sekarang sedang jauh dari baik
Amat sangat gelap
Pada saat saya menerima diri apa adanya itu
Saya sebetulnya sedang mengosongkan diri
Kosong tanpa penghakiman
Kosong tanpa penolakan
Kosong tanpa harapan sugestif
Jadi menerima diri bukan berarti putus asa tak ingin mengubah keadaan
Melainkan mengosongkan diri
Sehingga Yang Ilahi bisa masuk mengisi diri
Menggerakkan saya secara lembut
Upaya menolak diri
berbuah kegagalan selama hampir 3 tahun
Penerimaan diri
mengundang Dia
untuk membantu saya berkembang hanya dalam 3 bulan
7. Menerima Diri
Kemarin pagi
Hati saya tersulut api cemburu
Untung hanya api korek
Jadi mudah ditiup padam
Kejadiannya begini
Saat itu situasinya sedang mengantar kedua kakak yang mau berangkat sekolah
Dibonceng vespa sama papanya
Saat mengatur posisi duduk dan tas
Ternyata ada sedikit masalah
Yakni pegangan salah satu tas lepas
Suami menyodorkan tas minta dibetulkan
Saya, yang sedang menggendong si bungsu kurang tanggap
Saya hanya diam mengamati sodorannya
Si mba pengasuhku yang cantik, seksi, dan baik hati itulah yang tanggap
Mengambil tas yang disodorkan
Membetulkannya
Dan mengembalikannya pada suami
Muncullah sang cemburu menggelitik
Untungnya, kesadaran saya langsung online
Mengapa saya cemburu?
Karena saya merasa kurang tanggap terhadap kebutuhan suami
Malah si mbaku yang tanggap dan ringan membantu
Oh, berarti, kamu nda suka ya dengan dirimu yang kurang tanggap
Iya, saya kurang suka
Kamu terima tidak dirimu seperti itu
Atau kamu masih tetap tidak suka?
Saya terima diri saya yang kurang tanggap terhadap kebutuhan suami
Here I am
Dan gelitik cemburu itu pun berhenti
Episod 2
Kemarin malam
Si sulung menggelesekkan kakinya menyusuri tungkai kakiku
Dan ia mengeluh
Kaki mama kasar berbintik
Gita ngga suka
Gita maunya ngelek mama aja, anget
Hati saya pun berbicara
Kaki kamu tidak halus mulus ya
Iya, kaki saya memang kasar berbintik
Kamu ngga suka ya dengan kaki kamu?
Suka atau enggak ya?
----------------------------
Tak ada jawaban
Tidak bilang suka
Tidak menyahut tidak suka
Sekedar sadar akan fakta
Bahwa kaki saya kasar berbintik
Tak ada penilaian apa-apa
Dan rasa hangat menyusup lembut dalam hati saya
Episod 3
Hati saya sedikit sakit merindu
Ingin rasanya menelepon dan bertemu
Tapi saya sadar posisi saya
Bahwa saya melakukan itu
Karena ingin mendapat perhatian darinya
Saya ingin memberi cinta
Dalam rangka menghisap madu untuk kenikmatan saya
Hati saya pun kembali berbicara
Kamu enggak mau seperti itu ya?
Kamu maunya jadi pribadi pencinta tanpa pamrih ya?
Ayo bulatkan tekadmu untuk menjadi seperti itu
Berikan perhatian padanya tanpa mengharapkan balasan
Eits, sebentar dulu, itu namanya mensugesti diri
Sebentar, keadaan diri kamu sekarang ini bagaimana
Saya masih kekurangan cinta untuk diri saya sendiri
Sehingga saya masih membutuhkan cinta dari orang lain
Kamu mau ubah keadaan dirimu itu?
Hemmm….
Kali ini, rasanya aku mau lebih sabar dengan diriku
Tidak mau menuntutnya terlalu keras
Jadi?
Saya terima diri saya yang seperti itu
Ya, saya belum sepenuhnya cinta pada diri saya
Saya masih dalam proses of being
Saya masih mengharapkan mendapat cinta dari orang lain
Dan saya amat bersyukur karena saya sadar kondisi batin ini
Dan saya bersyukur karena saya mau menjalani proses metamorfosis ini
Itu berarti
Saya menikmati langkah saya
yang untuk sementara waktu ini menjaga jarak dengannya
Episod 4
Saya menatap suami
Utuh
Merasakan keberadaan bersama dalam diam
Nikmat
Saya apa adanya
Suami apa adanya
Terima kasih Tuhan!
Episod 5
Still in the process of learning to love myself
8. Mau Mengalami Sakit
Hatiku sakit
Merasakan rindu
Ingin bertemu dan bercengkerama denganmu
Untuk menikmati kegairahan penuh
Saat aku berada di dekatmu
Hatiku sakit
Menyakiti hati Belahan Jiwaku
Yang Mendapati aku
Belum mampu mencintai diriku sendiri
Hingga masih mengharapkan cinta
Dari luar diriku
Untuk mengisi kekosonganku
Hatiku sakit
Mengamati bedah batin yang sedang berlangsung
Membiarkan lukanya terbentang lebar
Supaya terlihat jelas setiap denyutannya
Hatiku sakit
Tapi kali ini
Aku tak mau terburu menghilangkan sakitnya
Seperti biasanya aku
Yang tidak pernah mau merasa sakit
Hatiku sakit
Namun sekarang
Aku mau merasakan sakitnya
Aku terima sebagai bagian yang sedang ada dalam diriku saat ini
Here I am
9. KosongIsi
Kemarin malam,
Suami bertanya
Memangnya saya rindu, ingin menelepon, dan bertemu dengan siapa
Dan keluarlah nama itu dari mulut saya
Saya tanyakan perasaan suami
Saya terima kesedihan hatinya
Saya ikut bersedih dengannya
Namun sungguh aneh sensasi rasa yang menjalar
Jauh dari getaran rasa yang bergejolak
Jauh dari syahdu syahdannya melankoli cinta
Melainkan lebih berupa
Geliatan berkadar cukup, tak kuat, tak lemah
Geliatan yang mengetuk pintu hati, bukan menghantam dinding
Geliatan yang bergerak, lalu berhenti
Dan pada saat geliatan itu berhenti
Kekosongan mulai menghampiri
Ruang batinku seperti kamar kosong
Siap menerima diisi apapun
Aku tidak berinisiatif mengisinya dengan pikiran
Aku aktif menunggu
Mendengarkan
Mengamati
Menyadari
Sehingga ketika Ia datang
Aku ngeh, menyambut, menuruti dengan mengekspresikanNya
Seolah aku hanyalah wayang
Yang digerakkan oleh Sang Dalang
Yang singgah dalam hatiku
Dialog aku dan suami pun bergulir
Berbuah penghargaan
Ia menghormati keterbukaanku
Aku menghormati penerimaannya
Sang Dalang menyatukan hati kami berdua
Kesatuan yang tak sepantasnya dipisahkan oleh asa manusia
10. Isi Kosong
Ketika aku merasa diisi
Aku tergerak untuk berbagi
Namun tak semua orang suka
Dengan apa yang kubagi
Awalnya aku merasa terluka
Karena pemberianku ditolak
Ada rasa yakin bahwa pemberianku ini berharga
Dan sepatutnyalah diterima
Muncul dorongan untuk memaksakan
Supaya pemberianku dapat diterima
Tapi bagaimana mungkin mereka dapat menerima
Jika mereka sudah merasa penuh isi
Mereka pasti menolak apa yang kubagi
Mereka justru ingin membagi milik mereka kepadaku
Maukah aku menerimanya?
Mengapa tidak?
Apakah ada alasan bagiku untuk menolak?
Apakah aku merasa milikku lebih berharga daripada milik mereka?
Aku merasa diisi
Demikian juga dengan mereka
Namun selamanya aku tak akan pernah penuh
karena aku mau untuk tidak membatasinya
pun membatasi isiNya sebagai isiku
Maka selalu ada ruang kosong dalam diriku
Untuk menerima pemberian mereka
Sepertinya
Isi dalam diriku itu tidak statis
Terus bergulir dan bergerak
Kadang mengendap sejenak
Lalu mengalir kembali
Keluar masuk
Begitu aku suka pada isi tertentu
Lalu ingin memiliki dan membatasinya sebagai kepunyaanku
Dinding hatiku beralih bentuk
Dari pori menjadi batu
Dan kembalilah aku menjadi pengemis cinta
Yang memberi dengan tujuan ingin menerima respon positif
Yang terluka saat pemberianku ditolak
Namun ketika aku membebaskan isiku keluar masuk
Aku sekedar mengamatinya
-Kadang terjadi transaksi
-Kadang terjadi penolakan
-Kadang ada ketakutan dalam diriku untuk menerima,
Sehingga muncul juga dorongan untuk menolak
Maka aku sebenarnya membiarkan ruang batinku kosong
Karena isi yang hilir mudik itu tidak kubatasi sebagai milikku
Dan aku siap diisi apapun
11. Bukan Mengusir Pikiran
Ruang batin yang kosong
Tidak sama artinya dengan tidak berpikir apa-apa
Sering kali saya merasa penat
Dengan lalu lintas pikiran di kepala
Bahkan sampai saat tidur pun
Dia tetap aktif bekerja
Ingin rasanya kusuruh diam
Dia hanya berhenti bergerak satu dua detik
Lalu aku kembali diseret olehnya
Aku coba tidur
Dia meledek aku dengan hadir dalam mimpi
Aku coba meditasi
Dia menggodaku dengan terus lalu lalang
Pikiran seolah menguasai diriku
Aku ingin bebas daripadanya
Pernah kucoba
Mengajaknya ikut diam
Bersama dengan penghuni diri yang lain
Untuk bersama menghayati keberadaan
Sepertinya cukup berhasil
Untuk beberapa saat, aku kaya tidak berpikir
Sekedar menghayati keberadaan
Merasa penuh dalam kekosongan
Kepenuhan yang kosong
Sungguhkah sensasi pengalaman itu yang kucari?
12. Bukan Keseimbangan
Ruang batin yang kosong
Tidak sama artinya dengan perasaan nyaman-tenteram
Perasaan nyaman-tenteram
Mengandaikan kondisi batin seimbang
Tanpa gejolak
Apalagi gejolak yang menyakitkan
Ijinkan saya bercerita kepada Anda
Tentang apa yang saya alami tadi pagi
Saya bangun semakin siang
Saya baru terbangun
pada saat saya seharusnya sudah berangkat mengantar anak-anak ke sekolah
Alhasil, saya dan kedua kakak tidak mandi
Selesai saya salin,
Saya gantikan mereka baju
Saya gendong mereka ke mobil untuk kembali melanjutkan tidur ayam
Tiba di sekolah,
Ternyata masih ada waktu 15 menit
Saya belikan sarapan bubur
Saya suapi mereka di mobil
Dan “bencana” itu terjadilah
Proses menyuapi tidak berjalan dengan lancar
Mereka merengek buburnya masih kepanasan
Saya mudah spaneng mendengarkan rengekan
Saya terganggu karena dalam kondisi mepet kok masih susah diatur
Maka terlontarlah bentakan pertama
Perasaan gusar ternyata mendominasi ruang batin saya
Untunglah, kesadaran ikut menemani dia
Sehingga bentakan pertama
Tidak berlanjut dengan bentakan kedua
Melainkan dengan penyampaian aturan
Yakni meminta anak untuk menolak suapan saya jika masih panas
Bukan langsung merengek
Tiba-tiba si tengah mengompol
Perasaan gusar yang baru saja reda
Kembali mencuat ke ubun-ubun
Kenapa Sefin tidak bilang kalau mau pipis?
Soalnya tadi mama kan lagi nyuapin
Ya, sudah, sekarang bagaimana, kan Sefin ngga bawa celana ganti?!
Pinjam Mba Dwi aja, Ma
(si sulung menyarankan saya untuk pinjam celana ke sekolah)
Ada suara dalam hati saya
Sudah, tak usah dipinjamkan,
Biar menjadi pelajaran
Biar kapok dan lain kali bilang kalau mau pipis
Ada suara lain yang menyahuti
Kasihan Sefin
Dia pasti tidak nyaman belajar dengan celana basah
Apa susahnya sih meminjam ke sekolah
Kamu ibunya kan?
Rupanya, penghuni batin saya sedang saling berdebat
Berisik juga
Membuat saya merasa tidak stabil, gelisah, sama sekali tidak nyaman
Ingin rasanya saya mengusir kegelisahan itu
Dengan mengajak mereka kembali ke rumah, dan tidak usah sekolah
Sepertinya percuma saja sekolah hari ini
Karena sudah diawali dengan suasana yang tidak menyenangkan
Bayangan rencana itu
Sekelebat membuat batin saya lebih tenteram
Menghapus bayangan rencana itu,
dan tetap melanjutkan aktivitas di depan mata
Kembali membuat batin gelisah
Untunglah, ada seorang penghuni batin saya yang berbisik lembut
Amati gerak gerik batinmu
Sekedar mengamati setiap geliatannya
Mengamati geliatan batin
Sekejap dapat membuat setiap geliatannya berhenti
Namun karena geliatan beberapa penghuni yang dominan tadi
Suasana hati masih berwarna gusar dan gelisah
Hanya kali ini gusar dan gelisah yang statis,
Tidak agresif menggebu
Gusar gelisah yang hening
Dan dalam kegelisahan yang hening itulah
Keajaiban terjadi
Gita dan Sefin tetap minta masuk
Gita beratraksi dengan tas geretnya
Hati saya tergerak untuk menggendong dan meminjamkan Sefin celana
Saya berkesempatan ngobrol sejenak dengan guru kelas Gita
Dan saya lihat Gita tersenyum saat diusek-usek kepalanya oleh sang guru
Bahkan, saat saya sedang menemani Sefin di kelas,
Gita sempat-sempatnya kabur mampir ke kelas adiknya
Dan kami bercengkerama akrab bertiga secara singkat
Hmm…
Ketidakseimbangan beralih menjadi keseimbangan
Mencapai keseimbangan batin dengan lari dari ketidakseimbangan
Hanyalah berbuah kesenangan sementara
Palsu, semu
Menghadapi ketidakseimbangan dengan penuh kesadaran
Menuntun kita untuk melewati berbagai jerat hidup secara hati-hati
Bak seseorang yang sedang menapaki sebuah lahan penuh bom tanam
Penuh kesadaran supaya bisa sampai tujuan dengan aman
Akan berbuah keseimbangan sejati
Cirinya,
Buah itu terasa pas manisnya
13. Mengamati Gerakan Batin yang Tarik Menarik
Seorang guru dan sahabatku kerap bilang,
Bahwa berani bukan berarti tidak merasa takut
Keterbukaanku dalam note di FB
Sebenarnya sering kali disertai dengan penyesalan karena membuka aib
Membuat kepala pusing berdenyut
Atau yang lebih sering, selesai mengetik, aku merasa muak, mual, mau muntah
Keinginan untuk “menelanjangi” diri
Biasanya diikuti dengan ketakutan “telanjang”
Sehingga turut juga godaan untuk membangun citra
Keinginan untuk berbagi pengalaman
Sering diselipi hasrat untuk menggurui
Keinginan untuk mencintai tanpa syarat
Kerap dibayangi dorongan untuk transaksi dalam mencinta
Gerakan batin yang tarik menarik ini
Sering kali membuat saya merasa lelah
Yang paling sering adalah (again),
Muak, mual, mau muntah
Selesai menulis keduabelas serial notes
Perasaan muak, mual, mau muntah menempati kondisi dominan
Saya terhambat untuk menyelesaikan note ketigabelas
Apa yang sedang terjadi dengan diri saya?
Penelusuran batin pun mulailah
Pada awalnya,
Saya menulis note untuk membedah batin saya sendiri
Saya ingin ikuti setiap denyutannya
Saya penasaran akan sampai ke mana akhirnya
Namun sebetulnya,
Tanpa sadar, saya sudah menetapkan bagaimana ini akan berakhir
Yakni saya ingin mencapai sebuah kondisi
Full of love
Saya mampu mencintai diri saya sendiri secara utuh
Dan mandiri
Tanpa bergantung pada sikap siapapun
Tidak suami
Tidak anak-anak
Tidak juga sesama yang lain
Mengapa?
Supaya saya tidak dapat tersakiti oleh sikap siapapun
Bahkan saya dapat dengan mudahnya berbagi cinta tanpa pamrih
….
Sebuah tujuan yang seolah mulia
Padahal sebetulnya berupa ketakutan yang parah
Takut tidak mendapatkan respon positif
Takut kecewa karena harapan tidak terpenuhi
Takut terluka dalam berhubungan dengan sesama
Takut berjumpa dengan keadaan diri sendiri yang masih mengemis cinta
Ini berarti,
Saya lupa dan tidak menyadari realita
Saya hanya mau melihat tujuan akhir yang positif saja
Saya tidak mau melihat bahwa ada kemungkinan juga
Setelah melalui proses panjang berliku
Sebenarnya batin saya tidak beranjak ke mana-mana
Masih tetap mengemis cinta
Hanya pindah tempat saja lokasi mengemisnya
He..he..he..he..he..
Itulah yang membuat saya merasa amat muak dengan diri sendiri
Amat mual, dan sangat ingin muntah
Karena saya seolah menerima keadaan saya dan mau berproses dengannya
Padahal saya sebetulnya menolak dan ingin mengubah batin saya secara cepat
…
Setelah menyadari situasi batin yang lebih obyektif ini
Perasaan saya lega
Mungkin baru sekarang saya mulai bisa menerima
Diri saya apa adanya
14. Bersemayam
Perasaan menerima diri
Sungguh nyaman
Seperti suasana minggu pagi yang cerah
Angin berhembus lembut
Mengiringi musik gemerisik dan tari dedaunan
Burung gereja bercit cit cuit
Sekelompok soang ikut menyanyi alto berbau sopran
Air kolam teratai meliuk lembut
Ringan dan tenang rasanya
Pikiran seperti mengendap
Mengalir bersama peristiwa
Sempat tergelitik juga
Pikiran untuk kembali bekerja
Namun kali ini tak perlu terburu gesa
Melangkah santai saja
Mengikuti riak hidup di depan mata
Saat ini
Waktunya bersemayam
15. Melihat Kilau Berlian di Dalam Lumpur
Apa yang terjadi saat saya bersemayam dalam diri?
Mengamati pikiran dan perasaan yang melintas
Menyadari tingkah laku, alasan, dan akibatnya
Melihat keadaan sekeliling
Semuanya dalam tempo cukup, melamat dari biasanya
Seperti menyaksikan pita film Indonesia tempo dulu yang sedang diputar
Bukan berarti keadaan seimbang
Namun ketidak seimbangan yang muncul tidak langsung ingin dianalisis dan diatasi
Semuanya melintas dalam irama yang teratur
Ketidakseimbangan, disadari, beralih menjadi keseimbangan
Ketiganya berjalan dengan ketukan yang sama.
Bukan juga berarti hidup tanpa warna
Saya masih bisa tertawa terbahak-bahak sampai keluar air mata
Namun semuanya itu terjadi seolah tanpa kendali diri
Berlangsung begitu saja pada saat itu secara alamiah
Ijinkan saya bercerita sebuah pengalaman saya
Menjelang subuh tadi, suami saya melontarkan keheranannya
Mengapa saya bisa merasa begitu jelek dan tidak berharga
Padahal menurutnya,
Banyak orang yang menilai saya cantik, cerdas, dan menyenangkan
Saya menyimaknya
Tanpa kelekatan
Seperti sedang membicarakan fakta tentang orang lain saja
“Saya juga tidak tahu kenapa,” begitu respon saya.
(tanpa ada muatan rasa apa-apa)
Kalau buah,
Kamu itu seperti buah strawberry
Ada desiran nikmat melintas di hati
“Strawbery… segar ya?!.”
Suami mengangguk
Dan desiran tadi melintas lagi.
…
Pagi tadi, percakapan dengan suami kembali melintas
Hati menggeliat gelisah
“Betul juga. Mengapa saya tidak mau melihat kenyataan secara obyektif?
Perhatian sesama, saya anggap kebetulan.
Pujian, saya anggap terlalu berlebihan.
Mengapa saya menganggap diri saya ini begitu tidak pantasnya untuk dicinta?”
Pikiran tersebut melintas dengan ketukan teratur
Demikian juga gelisah di hati, menggeliat sesuai ketukan
Lalu kesadaran datang dengan ketukan sama
Bahwa saya menutup mata, bahkan memalingkan wajah tidak mau melihat,
Keberadaan diri saya secara apa adanya
Ada kalanya saya merasa dicinta
Dan saya amat bahagia karenanya
Ada kalanya saya ditolak
Dan saya sakit, cukup sulit juga menerimanya
Begitu melekatnya saya pada keinginan merasa bahagia
Sehingga saya takut dan tidak mau menghadapi penolakan
Maka saya mengantisipasi sakitnya penolakan
dengan mengkondisikan batin saya
seolah saya sudah pasti mengalami penolakan itu,
agar batin saya siap dan tidak babak belur andaikata penolakan itu betul terjadi
Mengapa saya begitu takut pada penolakan dari orang lain?
Karena itu membuat saya merasa ditolak
Apakah kamu menerima,
atau sebenarnya lebih sering menolak diri kamu sendiri?
Mungkin begitu.
Saya terlalu sering menolak diri saya secara apa adanya
Sehingga saya sangat peka dengan kemungkinan orang lain menolak saya.
16. Menguak Berlian dari Dalam Lumpur
Seorang kolega dan sahabat komentar
Bahwa ada akibat, pasti ada sebab, yang merupakan akibat, dari sebab sebelumnya
Terus menerus begitu membentuk sebuah lingkaran kehidupan
Hingga kita sulit mengetahui di mana titik pangkal mulanya
Mengapa saya takut penolakan dari orang lain?
Karena saya sering menolak diri sendiri,
sehingga beranggapan orang lain juga tentu menolak saya
Mengapa saya menolak diri saya sendiri?
Pasti ada pengalaman hidup dimana saya terluka karena ditolak orang lain
Dengan demikian,
Sahabat saya itu berpendapat
Bahwa saya tak perlu seolah menyalahkan diri sendiri
Atau menganggap diri sebagai biang masalah yang perlu diatasi
Tak perlu juga menyalahkan orang lain
Karena perilaku mereka juga merupakan akibat dari sebab yang lain
Seluruh rantai kehidupan yang terjadi
Menyenangkan ataupun tidak
Memang adalah yang seharusnya terjadi
Tak perlu dipersoalkan lagi
Hmm…
Saya sependapat dengannya
Sekaligus belum sepenuhnya sependapat juga dengannya
Saya sadar,
Bahwa kecenderungan saya menolak diri sendiri
Adalah akibat luka batin karena mengalami penolakan dari orang lain
Akan tetapi,
Saya tidak mampu mengubah sesuatu apapun dari orang lain
Yang bisa saya ubah
Hanyalah apa yang ada dalam diri saya sendiri
Maka jika memang ketakutan ditolak orang ini mengganggu saya
Maka saya perlu sungguh menyadari
Bahwa akar masalahnya adalah
Kecenderungan saya menolak diri saya sendiri
Sehingga saya perlu mengubah kebiasaan batin saya tersebut.
Hmm…
Mengubah???
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah
Ketika saya ingin mengubah sesuatu tentang diri saya
Biasanya hanya berhasil untuk sementara waktu
Namun keluhan serupa akan muncul kembali
Dan semakin keras upaya mengubah diri
Semakin diri terperangkap
Hingga akhirnya tak mampu berupaya untuk mengubah lagi
Perubahan diri secara alamiah terjadi
Bukan ketika saya berupaya mengubahnya
Melainkan saat saya ikhlas menerima
Diri saya apa adanya
Hmm…
Ketakutan saya ditolak oleh orang lain
Disebabkan karena saya sering menolak diri saya sendiri
Kesadaran ini
Mungkin perlu ditempatkan secara lebih bijak
Bukan sebagai hasil evaluasi untuk memperbaiki keadaan
Melainkan untuk membantu saya memahami batin
Dan menerimanya
Apakah saya menerima bahwa saya sering menolak diri sendiri?
Ya, saya terima
Ini buktinya barusan selesai mengaca
Langsung merasa kurang suka dengan pipi tembem
Terus pasang senyum-senyum supaya bayangan tampak lebih cantik
Merasa lebih cantik sebentar
Terus merasa jelek lagi
Eh…terus ingat
Bukan dengan diubah
Melainkan dengan diterima
Saya perhatikan bayangan pipi tembem di kaca
Saya terima
Rasa tidak suka pun hilang
Tidak berganti jadi rasa suka
Melainkan beralih menjadi rasa nyaman
Dengan fisik saya, tanpa penilaian negative ataupun positif
Sekedar keberadaan si pipi apa adanya
Hmm…
Begitu cepatnya peralihan terjadi
…
Rasanya saya mulai sedikit mengerti
Saya mulai bisa menerima diri saya apa adanya
Menerima diri bukan berarti selalu suka dengan diri dan tidak pernah tidak suka lagi
Namun saat pikiran ingin memaksakan penilaiannya
Baik penilaian positif ataupun negatif
Saya menyadari hal itu
Sehingga ia pun kehilangan kuasanya untuk memaksa saya mengikuti penilaiannya
Yang tinggal hanyalah rasa nyaman
Menerima diri sebagai fakta apa adanya
Kosong dari penilaian
17. Pelatihan
Mengapa pelatihan biasanya hanya berdampak sesaat?
Rasanya, seperti “anget-anget tahi ayam”
Seumur hidup saya,
Baru ada 1 pelatihan
Yang saya ikuti pada tahun 2000, dan dampaknya masih bertahan hingga sekarang
Itu berarti sudah 11 tahunan
Pelatihan itu pulalah
Tempat saya pertama kali sadar
Topeng hidup yang tanpa sadar sudah saya kenakan selama 20 tahunan
Padahal sebelum itu saya mengira
Saya adalah orang yang blak-blakan dan paling gerah pakai topeng apapun
Apa bedanya pelatihan itu
dibandingkan semua pelatihan lainnya yang pernah saya ikuti?
Keenam belas serial note sebelumnya menghantarkan saya pada jawabannya.
Dulu, pelatih dalam pelatihan itu pernah menjuluki saya
Sebagai berlian dalam lumpur
Terkejut juga mendengar julukannya
Perasaan pun berkembang mekar alamiah
Namun sesungguhnya,
Saya belum sungguh paham
Apa maksud dari julukan itu
Namun kini
Saya baru paham
Dan menangkap maksud
Berlian dalam lumpur
Dan puji Tuhan!
Saya mulai menguak berlian dari dalam lumpur itu
Setelah terkuak
Muncul pertanyaan dalam hati
Bagaimana supaya berlian ini tetap terkuak dalam hidup sehari-hari
Tetap kemilau sinarnya
Supaya jangan sampai redup dan terbenam dalam lumpur kembali
Hmm…
Ini berarti saya perlu melatih diri setiap hari dalam hidup
Melatih kesadaran
Supaya pikiran bekerja secara proporsional
Yakni sekedar menamai dan memberi bentuk untuk fakta
Namun bukan untuk menilainya sebagai baik / buruk
Menyenangkan / tidak
Dan penilaian apapun yang sifatnya memihak
Atau memilih penilaian tertentu dan menolak penilaian sisi yang lain
Pelatihan itu, memberi tahu saya caranya melatih kesadaran
Namun bukan sekedar memberi tahu caranya
Pertama-tama, pelatihan itu membantu saya memahami diri saya
Secara mandiri, saya mendapat kesempatan untuk mencermati
Pondasi kepribadian yang sudah saya bangun selama 20 tahunan
Kesadaran yang dilatih
Juga membantu saya menyadari
diri yang jati atau diri yang citra
Mendorong saya untuk berani
membongkar bangunan kepribadian yang lama
dan mengajak saya untuk peka meminta bantuan Sang Arsitektur Kehidupan
dalam membangun kembali tempat bersemayam yang baru
Hmm…
Itulah mengapa
Pelatihan ini tidak berdampak “anget-anget tahi ayam”
Karena isinya bukan mengajarkan sesuatu
Atau dimaksudkan untuk melatihkan sesuatu
Yang semuanya bersifat tempelan
Atau pencitraan
Karena tidak sungguh melekat di dasar pribadi
Pelatihan ini
Sekedar memberi kesempatan kondusif bagi saya, sebagai pesertanya
Untuk leluasa berhubungan dengan diri sendiri
Bertemu dengan citra diri
Memilahnya dengan jati diri
Bertemu dengan Sang Pencipta di dalam diri sendiri
Setelah menguak berlian dari dalam Lumpur
Barulah bisa dilatihkan sesuatu pada diri
Secara efektif dan efisien
Setiap hari
Mawas Diri dan Aksi Diri Harian
18. “Epilog”: Jati dan Citra
Ketika anak panas
Orang tua sering bilang anaknya sakit panas
Dan diberi obat turun panas
Atau ketika anak batuk
Orang tua bilang anaknya sakit batuk
Dan diberi obat batuk
Padahal, panas dan batuk bukanlah penyakitnya
Melainkan hanya gejalanya saja
Maka obat turun panas dan obat batuk
Tidak menyembuhkan penyakit
Melainkan hanya menghilangkan gejalanya untuk sementara waktu
Dan mungkin akan muncul kembali
jika penyakitnya yang sebenarnya masih merongrong
Peristiwa tubuh tersebut
Terjadi juga di dalam batin manusia
Ketika tahun kelima pacaran
Saya pernah jatuh hati pada tiga orang pria
Bahkan pada yang terakhir
Sempat terjadi perselingkuhan
Kini pada tahun kelima-keenam pernikahan
Saya kembali jatuh cinta pada pria selain suami
Awalnya saya berpikir
Masalah saya adalah hati yang lemah dan mudah tergoda
Sehingga saya mudah jatuh cinta yang tidak pada tempatnya
Padahal bukan itu masalahnya
Jatuh cinta yang tidak pada tempatnya, hanyalah gejala masalah
Hanyalah keluhan yang muncul di permukaan
Sehingga jika tindakan yang dilakukan
Adalah mengalihkan cinta kembali pada pasangan
Atau memadamkan api cinta baru
Atau mengikuti kobaran yang begitu menggoda
Hanyalah menghilangkan keluhan untuk sementara waktu
Namun akan kembali muncul dan bermasalah kembali
Dalam rentang hidup selanjutnya
Pada awalnya
Ketika rasa cinta itu datang
Saya mencoba mengalihkannya menjadi perhatian pada suami dan anak-anak
Bertahan selama setahunan
Kehidupan berkeluarga rasanya jadi begitu menggairahkan
Namun tetap saja itu sifatnya sekedar citra
Belum se-jati-nya
Keluhan hilang sementara
Namun masalah sebenarnya masih ada
Dan bersifat laten
Dapat muncul kembali sewaktu-waktu
Dua bulan terakhir ini
Masalah kembali dengan keluhan sama yang mencuat
Saya berupaya berpegangan pada norma
Pada semangat paskah yang mengkurbankan diri
Pada komitmen pernikahan,
yang secara sadar mau saya pertahankan seumur hidup saya
Pada momentum ulang tahun suami,
Dimana saya memutuskan untuk memberi hadiah kesetiaan hati saya baginya
Namun saya sadar
Semuanya itu bersifat citra
Meski citra cukup membantu saya juga
Untuk mengekang diri
Atau mengkotakkan hati dan pikiran saya
Hanya kali ini saya juga sadar
Keluhan yang sama muncul berulang
Berarti tindakan saya belum menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya
Kalau saya kembali mengulangi tindakan penanganan yang sama
Bisa diprediksikan
Bahwa dalam rentang hidup selanjutnya
Keluhan ini akan muncul kembali
Terus begitu
Sampai saya mati
Apakah itu yang saya inginkan???
Saya penasaran
Apa penyakit batin saya yang sebenarnya
Oleh karena itulah
Ketika sekarang, badai nikmat yang dinamakan cinta itu kembali menerpa
Yang saya lakukan
Bukan lagi mengalihkannya menjadi cinta pada suami dan anak-anak
Atau mematikan kobarannya
Atau mengikuti jilatan apinya yang sungguh menggoda
Melainkan membedah batin saya sendiri
Membentangkan lukanya lebar-lebar
Dan berupaya tekun mengamati setiap denyutannya
Meski rasanya muak, mual, dan mau muntah selama proses pembedahan itu terjadi
Puji Tuhan!
Dengan rahmat-Nya
Saya dihantarkan-Nya bertemu
Dengan diri saya
Dengan realita kehidupan
Dengan keberadaanNya
Momentum ini bukanlah akhir segalanya
Justru merupakan awal dari babak kehidupan saya yang baru
Memasuki kehidupan yang sama
Dengan cara hidup yang berbeda dari sebelumnya
Kedelapan belas serial note ini
Saya persembahkan
Bagi pembaca, yang mungkin mengalami peristiwa hidup serupa
Bagi sahabat pria, yang menggetarkan badai nikmat bernama cinta dalam hati saya
Bagi suami, yang menerima diri saya apa adanya,
Selama ini, sekarang, dan saya percaya juga untuk seterusnya
Bagi saya sendiri, sebagai salah satu citra Sang Ilahi
Bagi Dia, yang eksis dalam materiil dan nonmateriil di mana-mana,
Baik disadari ataupun tidak
0 komentar:
Posting Komentar